Langsung ke konten utama

[KAMUS 2021] Generasi Z dan Teknologi: Gen Z vs Pendidikan dan Teknologi

 ― article by Mutiara Putri Afrita (XI-5)


 

Siapakah Generasi Z?

 

Di banyak analisis, para ahli menyatakan bahwa Gen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

 

 

Gen Z dan Digitalisasi

 

Tidak selamanya kedekatan Gen Z dengan teknologi memberikan keuntungan. Dalam dunia kerja misalnya, O’Connor, Becker, dan Fewste (2018) dalam penelitiannya berjudul Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job Performace, and Creativity, menemukan bahwa pekerja yang lebih muda menunjukkan kapasitas yang lebih rendah untuk mengatasi ambiguitas lingkungan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Generasi lebih muda terbiasa mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang bersifat kebaruan termasuk pada bidang pekerjaan yang sifatnya lebih menantang. Namun, mereka belum memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelola ketidakpastian lingkungan yang seringkali terjadi sehingga cenderung menjadi lebih cemas. Ini semacam mematahkan asumsi yang selama ini terbangun bahwa menjadi penduduk asli digital (digital native), artinya melengkapi kekurangan dari karakteristik generasi sebelumnya melalui keterampilan yang lebih adaptif dan inovatif dalam mengatasi situasi ketidakpastian. Dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini cukup beralasan. Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu.


Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres sepanjang sejarah. Kondisi ini juga berkaitan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.

 

 

Dunia Pendidikan di Generasi Z

 

Gen Z lahir dengan salah satu kelebihan mampu memahami dirinya sendiri. Itu mengapa, karakter Hiperkustomisasi menjadi salah satu ciri khas Gen Z. Dari sana, siswa menjadi terbiasa menentukan kebutuhan apa yang mereka butuhkan dan perlu dapatkan. Aktivitas mereka berselancar di dunia maya, merupakan bagian dari cara Gen Z memenuhi kebutuhan akan dirinya. Dalam konteks pendidikan, memberikan kebebasan siswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Guru perlu untuk mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap siswa, dan memberikan siswa lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas bersekolah. Karakter hiperkustomisasi menyebabkan siswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para siswa. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi Gen Z.

Karakter lain dari Gen Z adalah Weconomist. Pada karakter ini, Gen Z lebih menyenangi kegiatan yang sifatnya berkelompok dan selalu terhubung dengan sejawatnya. Dalam pembelajaran, karakter ini dapat difasilitasi dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu siswa dan mengkondisikan siswa untuk saling berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Siswa perlu lebih banyak didekatkan dengan sesamanya, untuk dapat saling belajar dan memberikan masukan dengan komunitasnya (peer review), dengan tetap menempatkan guru sebagai fasilitator belajar.

Bagaimanapun, proses belajar harus bersifat mandiri, demokratis, dan membuka ranah yang luas bagi penciptaan dan penemuan hal-hal baru dalam pembelajaran. Guru perlu menciptakan iklim belajar yang mampu membangun self regulation pada diri siswa. Siswa juga perlu lebih banyak dilatih untuk realistis tentang kehidupan dan masa depaannya nanti. Guru juga perlu menyampaikan secara terbuka peluang, tantangan dan juga hambatan yang mungkin nantinya akan membuat siswa memerlukan upaya lebih untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan. Dengan berbagai upaya tersebut, pendidikan diharapkan mampu memberikan masukan tentang hal-hal rasional yang perlu Gen Z lakukan dalam kehidupan mereka, pada saat ini dan juga nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Turning Stress into Your “Secret” Superpower

Artikel oleh Anindya Farahaniya XI-2 (CIRRUS 47) Hai, Sivitas Smansa! Kembali lagi di edisi Blog CIRRUS! Kali ini pembahasannya mungkin cukup familiar dengan apa yang kita alami sekarang, apalagi di masa-masa SMA nih! Pasti seiring berjalannya waktu, beban kita menjadi lebih berat dibandingkan yang sebelumnya kan? Banyak sekali cobaan-cobaan yang dihadapi, ada aja gitu masalahnya. Mulai dari masalah akademis, keluarga, pertemanan bahkan percintaan, rasanya jadi campur aduk dan numpuk aja semuanya menjadi beban pikiran dan mungkin malah berujung stress. Katanya sih masa-masa SMA adalah masa di mana hidup kita jadi super duper roller coaster, banyak plotwist nya! Memang sih hidup harus dinikmati, entah apapun masalahnya kita harus coba untuk hadapi. Tetapi pernah ngalamin gak sih kalau kita itu udah mentok dan buntu banget dengan suatu masalah? Dan jadinya malah bikin stress dan kesehatan mental kita yang terganggu? Nah pas banget blog ini ada untuk memberikan insight tentang hal yang se...

Sparkle Your Way to Success!

 Artikel oleh Queena Dayana X-1 (CIRRUS 48)               Halo, sivitas SMANSA! Kembali lagi bersama blog CIRRUS karya remaja-remaja unik SMANSA! Bagaimana kabarnya, nih, teman-teman semua? Aku yakin teman-teman pasti lagi ngerasa lelah, capek, letih, dan lesu karena SMANSA lagi hectic banget akhir-akhir ini. Meskipun begitu, aku harap teman-teman selalu dalam keadaan sehat, happy, dan luar biasa! Nah, pembahasan blog CIRRUS kali ini, berkaitan dengan ke-hectic-an SMANSA, loh! Waduh, gimana tuh, maksudnya? Teman-teman ada yang bisa tebak nggak, tema blog kali ini tentang apa? Tentunya, pembahasannya nggak jauh-jauh dari problematika yang dihadapi oleh remaja di masa-masa SMA seperti sekarang! Nah, aku yakin, teman-teman sivitas SMANSA pasti punya mimpi yang besar dan keren, dong! Di dalam dunia yang sekarang semuanya serba cepat dan penuh rintangan ini, kita semua punya mimpi besar, termasuk aku! Tapi, teman-teman pernah bertanya-tanya...

The Art of Social Media: A Teen’s Guide

Artikel oleh Raisha Aulia (CIRRUS 47) Hellour, Sivitas SMANSA!  Balik lagi sama CIRRUS Blog edisi bulan Januari!  Kali ini temanya adalah  “The Art of Social Media: A Teen’s Guide” Sekarang kan udah di tahun 2025, remaja mana sih yang nggak kenal sama media sosial? Dari posting foto sampai ikut trend viral seperti bikin jedag-jedug, trend TikTok, spill outfit , dan yang lainnya. Media sosial udah jadi makanan sehari-hari, terutama buat kita, para remaja. Tapi, meskipun seru dan bisa jadi tempat buat mengekspresikan diri, ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan biar tetap aman dan nggak salah langkah. Kuy, simak beberapa tips dari aku biar kamu bisa main media sosial dengan lebih bijak dan tetap enjoy ! 1. Kenali Platform Media Sosial yang Kamu Pake Setiap platform punya vibe-nya masing-masing loh, jadi penting banget buat tau apa yang cocok buat kamu. Aku sebutin nih beberapa platform yang lagi hits: - Instagram: Tempatnya foto kece dan vid...