Artikel oleh Dewa (CIRRUS 46)
Kami hanya ingin bersama-sama.
Perkenalkan namaku Dhito Mahardika
panggil saja Dhito. Bisa dibilang aku ini cukup penggila dengan gitar. Aku
mempunyai band yang hebat. Aku tidak
sendiri, aku mempunyai teman-teman yang sangat hebat. Ada Rensi si penyanyi,
Dika sebagai drummer, dan Riski sebagai
bassis. Dika dan Riski sudah duduk di
kelas 3 SMA sedangkan aku dan Rensi masih duduk di bangku kelas 1.
Kami tergabung dalam ekskul musik
yang ada disekolah, anggota kami memang sedikit karena kurangnya minat terhadap
musik di sekolahku, tapi kami tidak menyerah kami bertekad untuk membuat ekskul
kami terkenal dan memiliki banyak anggota.
Kami akan tampil di acara tahunan
sekolah. Bisa dibilang ini merupakan penampilan pertama kali buat aku dan
penampilan terakhir buat Dika dan Riski, itulah kenapa kami ingin membuat
ekskul musik ini terkenal karena kami tidak ingi ekskul music ini jadi tidak aktif karena kekurangan anggota.
Aku melihat Dika yang sedang melamun
diluar ruang musik.
“Dika apa kau baik baik saja?”
tanyaku kepada Dika karena khawatir melihatnya melamun padahal sebentar lagi
tampil.
“Ah! Aku tidak apa-apa” jawab dika
“Sekarang giliran kita untuk tampil,
segera siap-siap kita harus menampilkan yang terbaik.” Ucapku kepada Dika.
Disini banyak sekali penonton, aku
gugup dan takut membuat kesalahan.
Akhirnya kami naik ke atas panggung.
“Satu”
“Dua”
“Tiga”
“Inilah dia ekskul musikku!”
Kami langsung naik ke atas panggung
dan terlihat semuanya sangat gugup. Tapi aku melihat Dika yang sangat aneh,
tetapi aku tidak menghiraukannya dan mulai memainkan lagu kami.
Aku tidak mendengar suara drum, lantas aku melihat kebelakang dan
terlihat Dika yang sedang berdiam dan tidak memukul drumnya. Kami pun tampil
tanpa adanya suara drum. Kami pun kaget karena biasanya Dika-lah yang paling
semangat dalam latihan.
“Dika ada apa denganmu?”
“Tidak, aku tidak apa-apa.”
“Kalau ada masalah, berbagilah
dengan kami, kami adalah grup sekaligus temanmu,” ucap Riski
Dika hanya menatap kami bertiga.
“Aku ingin bermain music bersama kalian, aku tidak mau
berpisah.” Ucap Dika sambil menangis.
Aku, Rensi, dan Riski pun kaget.
“Aku tidak ingin berpisah dari
kalian, aku masih ingin bersama.”
“Aku pun sama,” ucap Riski kepada
Dika
“Kita pasti masih bisa bermain music bersama meski kita berpisah jauh,”
ucap rensi
“Benar kata Rensi, Dik. Suatu saat pasti kita akan bermain musik bersama lagi,” ucap Riski
Dika pun mengusap air matanya.
Kami pun kembali ke ruang musik tempat mereka berlatih bersama. Merapihkan seluruh alat musik kami lalu mengucapkan perpisahan kepada tempat yang kami sukai itu.
Selesai mebereskan kami pun duduk
melingkar dan mengucap kan kata-kata perpisahan kepada masing-masing dari kami.
“Maaf teman teman, karena
mengacaukan penampilan pertama dan terakhir kita.” Ucap Dika
“Tidak apa-apa, Dik. Ini kan masih
penampilan pertama kita, kita masih banyak kekurangan dan kita juga masih gugup
semua.” Ucap Riski yang tidak ingin Dika merasa bersalah.
“Kita bakalan bisa bermain musik
bersama lagi ga ya?” Ucap Rensi
“Entah lah, Ren” Ucapku kepada
Rensi.
Hari pun berlalu dan kini kami
menjalani hari dengan berlatih di ruang musik bersama-sama sebelum Dika dan
Riski lulus, kami menikmati masa-masa terakhir tersebut. Sejujurnya kami semua
kecewa dengan penampilan kemarin tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur.
Kami tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi dan berharap lebih baik
kedepannya. Besok adalah hari kelulusan Dika dan juga Riski, ruang musik kini
sudah bersih.
“Entahlah akan diapakan ruangan ini,” ucapku dalam hati.
Beberapa saat kemudian, mereka bertiga
datang kepadaku dan menatap ruang musik itu bersama.
“Setelah satu tahun ya kita berlatih
bersama disini,” ucap Rensi
“Iya bener banget, rasanya waktu
cepat sekali berlalu ya,” sahut Riski
“Semoga suatu saat kita bisa bermain
musik bersama lagi meskipun tidak di ruangan ini lagi,” kata Dika.
Ini jadi ruangan yang punya banyak
kenangan bagi kami berempat.
Keesokan harinya, aku dan Rensi
memberikan selamat kepada Dika dan Riski atas kelulusan mereka.
“Selamat atas kelulusan kalian
berdua,” ucapku dan Rensi yang langsung memberikan bingkisan kepada mereka
berdua.
“Terima kasih Dhito dan Rensi,
semoga kalian sehat terus ya dan jangan lupain ekskul musik kita, oke?” kata
Riski.
“Pastinya dong, kita gak akan lupa
dengan ekskul musik yang punya banyak kenangan ini,” jawabku kepada Riski.
Setelah berfoto-foto bersama kami
pun pamit dan pulang kerumah masing-masing. Aku terus kepikiran apakah
kedepannya kami bisa bermain musik bersama lagi? Pertanyaan itu selalu saja
muncul dikepalaku.
“Ah sudahlah, mungkin suatu saat
bisa,” ucapku dalam hati.
Keesokan harinya, aku bertemu dengan
Rensi kini kami berdua tidak mengikuti ekskul apapun, bener banget hal yang
kami takuti terjadi dimana ekskul kami tidak aktif lagi karena kekurangan
anggota, kami sudah berusaha untuk merekrut orang baru namun mustahil.
“Gimana ren, ditahun ini kira-kira
kamu bakalan masuk ekskul yang mana?” Tanyaku kepada Rensi yang ada
di sebelahku.
“Entahlah dik, aku mungkin akan
ikut ekskul yang banyak teman-teman kelasku.”
“Okedeh kalau gitu, Ren, aku pun
sama.”
Hari-hari pun normal kembali. Kami
menjalani sekolah seperti biasa. Tibalah saat aku dan Rensi akan lulus bersama
dimana besok akan menjadi hari kelulusan kami.
Pada akhirnya kami tidak bisa bermain musik bersama lagi dan aku mendapatkan pelajaran yang cukup berarti dari pengalamanku bahwa tidak semua yang kita inginkan akan terwujud.
Komentar
Posting Komentar