ISRA’ MI’RAJ : BISAKAH DIJELASKAN OLEH SAINS?
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah dua peristiwa yang sangat menakjubkan tentang perjalanan Rasulullah SAW sampai naik ke Arsy-Nya Allah SWT dan merupakan peristiwa penting tentang ditetapkannya kewajiban melaksanakan salat. Tetapi, banyak juga menuai tanda tanya akan kebenarannya. Apakah sains bisa menjelaskan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj itu? Maka dalam artikel ini, kita akan membahas kemampuan sains dalam menjelaskan peristiwa tersebut. So, check this out!
Apa itu Isra' Mi'raj?
Peristiwa Isra’ Mi’raj telah terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 621 M, yaitu 10 tahun setelah kenabian. Isra’ Mi’raj sendiri dianggap oleh masyarakat umum sebagai peristiwa yang sama, namun, Isra’ Mi’raj sendiri merupakan dua peristiwa yang berbeda. Isra’ secara bahasa berasal dari kata saro’ yang bermakna perjalanan di malam hari, adapun secara istilah Isra’ berarti perjalanan Nabi Muhammad SAW bersama malaikat Jibril dari Mekkah ke Baitul Maqdis dalam waktu yang relatif singkat. Perjalanan ini disebut perjalanan horizontal, karena Nabi masih berada di bumi.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’ : 1)
Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik dari bumi menuju ke atas langit, yaitu langit ke tujuh hingga ke Sidratul Muntaha. Dimana di tempat tersebut tidak ada yang dapat melampaui dan mengetahui lebih banyak. Perjalanan Nabi Muhammad SAW saat Mi’raj dimulai dari Baitul Maqdis di Palestina lalu naik ke luar angkasa melalui beberapa tingkatan langit, lalu menuju Baitul Makmur (kiblat penduduk langit), hingga sampai di Sidratul Muntaha, Arsy (singgasana Allah SWT), dan pada saat itulah Allah memberikan perintah salat dan mengurangi dari 50 salat menjadi 5 salat dalam sehari atas permintaan Nabi Muhammad SAW. Baik Isra’ maupun Mi’raj, dalam perjalanannya, Nabi menaiki Buraq. Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Buraq ini berwarna putih dengan ukuran yang lebih kecil dari bangal dan lebih besar dari seekor keledai.
Peristiwa Isra’ Mi'raj dan Sains
Isra’ Mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW pada hakikatnya merupakan representasi kekuasaan Allah yang tak terjangkau akal pikiran manusia. Perjalanan tersebut dari Mekkah ke Baitul Maqdis lalu naik ke langit ke tujuh, menembus dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, kenaikan Nabi ke langit ke tujuh melalui beberapa sistem kosmik dan alam semesta.
Pada zaman itu, orang kafir Quraisy meragukan dan mempertanyakan kebenaran peristiwa tersebut. Mereka menganggap tidak masuk akal melakukan perjalanan dari Mekkah ke Baitul Maqdis dalam waktu yang sangat singkat, setidaknya harus melewati 40 hari 40 malam. Bagaimana mungkin? Ditambah lagi Nabi melakukan perjalanan ke luar angkasa yang mana pada saat itu belum pernah ada yang melakukannya. Hal itu sangatlah mungkin atas kehendak Allah SWT. Tak jarang yang bertanya-tanya mengenai kebenarannya, padahal sesuatu yang tidak atau belum terjangkau oleh akal pikiran manusia tidaklah selalu menjadi dalih akan ketidakbenaran sesuatu itu sendiri.
Namun, manusia selalu berusaha menduga-duga kebenarannya. Lalu, pada akhir abad ke 19, berbagai teori mengenai masalah kecepatan yang sangat tinggi (relativitas) atau teori yang berkaitan dengan transformasi energi sedang gencar diteliti lebih lanjut. Dengan adanya perkembangan ilmu fisika ini memunculkan teori-teori baru yang dapat memudahkan para peneliti atau fisikawan sekali pun untuk membuktikan peristiwa Isra’ Mi’raj secara ilmiah. Pada bagian manakah teori-teori ilmiah berperan dalam menjelaskan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, ini dimulai dari perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW.
1. Bertubuh Cahaya
Dalam fisika modern, kecepatan cahaya (300.000 kilometer per detik) dapat dilakukan oleh sesuatu yang ringan bahkan hampir tidak memiliki massa. Hanya foton yang merupakan kuantum penyusun cahaya yang dapat melakukan itu. Bahkan elektron pun yang massanya hampir mendekati nol tidak bisa melakukan kecepatan setinggi itu.
Saat melakukan perjalanan Isra’, Rasulullah ditemani oleh malaikat Jibril dengan mengendarai Buraq dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Buraq dan Jibril adalah makhluk cahaya, sehingga Rasulullah bisa sampai di Masjidil Aqsa yang jaraknya 1.500 kilometer dari Masjidil Haram hanya dalam waktu 0,005 detik. Tetapi, Nabi Muhammad SAW bukanlah makhluk cahaya yang terdiri dari foton-foton cahaya, tubuh beliau sama seperti manusia biasa yang tersusun oleh sekitar 390 milyar sel yang membentuk sel-sel tubuh dan seluruh organ, serta memiliki massa. Maka, jangankan dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya, jika dipercepat dengan beberapa kali gravitasi bumi saja tubuh beliau sudah akan mengalami kendala serius dan bisa meninggal dunia. Beliau tidak akan bisa bergerak secepat Buraq dan Jibril. Tetapi semua itu dapat dijelaskan oleh reaksi Annihilasi.
Annihilasi adalah proses rekonstruksi sebuah materi menjadi sebuah gelombang. Itu dapat terjadi karena dalam setiap materi terdapat anti materi yang apabila direaksikan, keduanya akan menghilang dan berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma. Di laboratorium nuklir dibuktikan bahwa jika partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai anti elektronnya, maka partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua berkas foton sinar gamma.
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa sebelum melakukan perjalanan, Nabi Muhammad SAW dibersihkan dahulu hatinya dengan air zam-zam. Kemungkinan reaksi annihilasi terjadi pada saat itu. Dengan kehendak-Nya, Allah SWT menyuruh malaikat Jibril agar “memanipulasi” sistem energi yang ada pada tubuh Nabi. Maka dalam sekejap tubuh beliau diubah menjadi cahaya dengan reaksi annihilasi, sehingga dapat melakukan perjalanan bersama Jibril dengan kendaraan Buraq dalam wujud cahaya.
2. Dilatasi Waktu dan Wormhole
“(yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij : 3-4)
Ayat tersebut menerangkan konsep dilatasi waktu yang dikemukakan oleh Albert Einstein. Dilatasi waktu adalah konsekuensi dari teori relativitas khusus di mana dua pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain akan mengamati bahwa jam pengamat lain berdetak lebih lambat dari jamnya.
Lalu hubungannya dengan peristiwa Isra’ yaitu saat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam sekejap mata. Itu sangatlah mungkin mengingat tubuh beliau telah diubah menjadi cahaya dan perjalanannya mengalami dilatasi waktu.
Sedangkan pada saat perjalanan Mi’raj, tubuh Nabi sudah tidak berbentuk cahaya, tetapi kembali ke bentuk materinya sehingga teori relativitas khusus sudah tidak berlaku lagi. Dalam istilah bahasa Arab, ma’arij merupakan jamak dari mi’raj yang artinya tangga untuk mencapai tempat-tempat tinggi. Dalam terminologi modern didefinisikan sebagai wormhole (jalan pintu di lingkungan luar angkasa yang terhubung dengan lubang lain yang mungkin ada di titik-titik jauh di alam semesta) dimana perjalanan tersebut jauh ke luar angkasa dan mencapai sisi lain alam semesta yang semakin dekat ke hadirat Allah SWT. Meskipun malaikat Jibril diciptakan dari cahaya yang tidak diketahui dan semua radiasi bergerak dengan kecepatan cahaya, mereka masih harus memasuki wormhole untuk memotong jarak kosmik yang besar sampai ke langit ketujuh tanpa perlu mengambil milyaran tahun cahaya. Hal ini sama dengan konsep teleportasi atau fenomena perpindahan lokasi jarak jauh serta menggunakan pendekatan perjalanan dimensional yang sampai saat ini belum ditemukan secara ilmiah.
Itulah beberapa penjelasan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj dari perspektif sains. Akan tetapi, sains merupakan bagian kecil dari keutuhan peristiwa Isra’ Mi’raj yang dibatasi akal manusia, sehingga tak akan bisa menjelaskan sepenuhnya. Ilmu pengetahuan manusia hanyalah sebuah dugaan terhadap peristiwa yang terjadi sebenarnya, banyak hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh akal manusia yang terbatas.
Para ilmuwan abad ke 20 juga mengakui akan keterbatasan pengetahuan manusia, contohnya Schwartz–seorang pakar matematika dari Prancis– menyatakan ia sangat yakin para fisikawan abad ke 20 tidak sepenuhnya tahu segalanya meski yang disebut materi sekalipun. Teori Black Holes menyatakan pengetahuan manusia tentang alam hanya mencapai 3 persen saja, sedangkan 97 persennya berada di luar kemampuan manusia. Pada ujungnya, hanya Allah-lah yang mengetahui segalanya. Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan bukti betapa tak tertandinginya kekuasaan Allah SWT atas segenap alam semesta dan seisinya.
Referensi :
Syaikh Shafiyurahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabi, (Bandung: PT Mizan Pustaka,2012), hal.126.
QS. Al-Isra’ Ayat 1.
Syarh Lum’atil I’tiqaad Li Syaikh Ibnu ‘Utsaimin hal. 58-59.
Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,cet.3, 2005), hal. 157.
Kitab Al-Jami' Al Sahih juz I, hal. 99.
Agus Mustofa. Terpesona di Sidratul Muntaha. (Surabaya: Padma, 2006), hal. 28.
Sahih Al Bukhari Vol. 4, Buku 54, Hadis Nomor 429.
Sani, Abdullah Ridwan. Sains berbasis Al-Qur’an. (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2015), hal. 238.
Bailey, J.; et al. (1977). "Measurements of relativistic time dilatation for positive and negative muons in a circular orbit". Nature. 268 (5618): 301.
https://theislamicinformation.com/stories/full-complete-isra-miraj-story/
https://media.neliti.com/media/publications/282430-studi-analitis-peristiwa-isra-miraj-nabi-8fdbba58.pdf
https://www.inews.id/lifestyle/muslim/kapan-peristiwa-isra-miraj-terjadi
https://almunawaroh.sch.id/risalah-singkat-perjalanan-isra-miraj/
https://nu.or.id/daerah/kini-pertanyaan-ragu-kafir-quraisy-tentang-isra-miraj-terjawab-Etb1V
http://kn-ow.com/article/a-scientific-viewpoint-of-isra-waal-miraj-291/
https://muhammadiyah.or.id/melihat-peristiwa-isra-miraj-rasulullah-dengan-teori-sains-modern/
https://tafsirq.com/
https://www.uin-malang.ac.id/r/200301/isra-mi-raj-nabi-muhammad-saw-dari-sains-modern-hingga-shalat.html
Ditulis oleh: Keysa Izumi, X IPA 3
MaaSyaaAllah🤍
BalasHapus